Friday, October 30, 2009

POWER DAN DIPLOMASI

Negosiasi atau perundingan dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mendamaikan/merekonsiliasikan posisi-posisi yang lagi bertikai/konflik dalam rangka mencapai suatu hasil yang dapat diterima. Tujuan daripada negosiasi dalam diplomasi ini adalah mengidentifikasi bidang-bidang tentang kepentingan yang bersamaan maupun yang berkonflik. Terdapat 2 (dua) elemen yang ada dalam suatu negosiasi yaitu kepentingan bersama dan masalah-masalah pokok yang menimbulkan konflik itu sendiri.

Tipe-tipe kesepakatan (agreement) dalam negosiasi
1. Kesepakatan-kesepakatan yang diperluas (extension agreement) memberikan suatu ratifikasi formal dan berkesinambungan atas pengaturan-pengaturan (arrangements) yang ada. Contohnya adalah perluasan kesepakatan tarif dan pembaharuan hak-hak mendasar luar negeri.
2. Kesepakatan-kesepakatan normalisasi (normalization arrangements) yakni mengakhiri suatu situasi yang abnormal dalam hubungan-hubungan antara dua partai atau lebih. Hubungan diplomatik mungkin dibentuk kembali, perang dagang diakhiri atau suatu gencatan senjata ditempuh secara efektif.
3. Kesepakatan-kesepakatan pendistribusian kembali (redistribution agreements) yaitu kepentingan salah satu pihak dengan mengorbankan pihak lain. Misalnya perubahan-perubahan batas territorial, pembagian pasar, tingkatan pengaruh politik dunia ketiga dan kontribusi financial terhadap organisasi-organisasi bilateral ataupun multilateral.
4. Kesepakatan-kesepakatan inovatif (innovation agreements) yaitu mengadakan peraturan-peraturan baru atas kepentingan kedua partai (meskipun tidak perlu harus sama). Dalam hal ini termasuk perjanjian-perjanjian yang membentuk Pasar Bersama Eropa (European Common Market) dan Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency).

Negosiasi adalah suatu proses komunikasi dan interaksi yang esensial yang mencakup sejumlah tugas dan maksud-maksud. Tugas-tugas ini dalam prakteknya adalah saling berhubungan, namun bisa pula dikhususkan sendiri-sendiri untuk didiskusikan secara terpisah. Dalam era modern, masalah-masalah prosedural ini telah menjadi lebih umum karena dianggap sebagai pencerminan status dan sekaligus kepentingan simbolis sehingga kadang-kadang tampaknya lebih banyak membicarakan hal-hal yang utama yang akan dibicarakan.

Persuasi dan Tawar-menawar (Persuasion and Bargaining)
Persuasi dapat diartikan sebagai usaha yang dibuat oleh suatu pihak untuk meyakinkan pihak lawannya akan betapa pentingnya tuntutan mereka dan betapa berlebihan dan sukarnya tuntutan lawan untuk dipenuhinya. Sementara itu kegiatan tawar-menawar lebih diwarnai dengan konsesi, penawaran bersyarat, ancaman, bujukan ataupun usulan kompromi. Tawar-menawar ini hanya dapat terlaksana dengan efektif bila kedua belah pihak menyetujui aturan pelaksanaan yang sama diantara mereka.

Strategi Tawar-menawar (Bargaining)
Ada dua strategi tawar-menawar yaitu pendekatan akomodatif dalam dan optimal. Kelompok akomodatif dalam strateginya menuntut perundingan yang masuk akal dan dapat diterima. Sedangkan kelompok optimal ingin mendapatkan perolehan sebanyak mungkin. Sehingga biasanya lebih sukar dan kaku untuk mengubah titik bertahan mereka dan tidak merasakan suatu keharusan akan adanya konsesi yang saling menguntungkan.

Perundingan Multilateral
Perundingan multilateral sering terjadi dalam sistem Eropa masa lampau. Walaupun sifatnya komplek dan sukar namun tantangan yang dihadapi sebenarnya secara relatif lebih dapat diatur karena sistem Eropa sendiri memang sudah teratur. Selain itu di kalangan para negarawannyapun dalam banyak hal sudah terdapat suatu homogenitas budaya pula.
Pembuat kebijaksanaan ini menuntut konsesi atas Negara yang lemah sehingga menimbulkan tekanan dari pendapat umum dan politik dalam negeri yang mempersulit mereka sendiri dan inilah yang terutama menjadi penyebab ketidakpuasan dalam perjanjian damai 1919. Termasuk juga dalam perundingan multilateral berikutnya.

Penangkalan (Deterence)
Penangkalan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh salah satu pihak untuk membujuk pihak lawannya agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingannya yaitu dengan cara meyakinkan lawannya itu dengan mengemukakan bahwa biaya dan resiko dari tindakan seperti itu akan lebih besar daripada perolehan yang mungkin bisa didapatnya.

DIPLOMASI BARU/TERBUKA

Diplomasi baru sifatnya lebih terbuka dan dipublikasikan secara luas sehingga perdamaian dan harmonisasi internasional dapat dipertahankan. Diplomasi baru bilamana dibandingkan dengan diplomasi lama sangat berbeda, baik dalam teknik maupun metodenya terutama sasarannya. Diplomasi baru lebih banyak menenkankan pada diplomasi dan negosiasi melalui meja perundingan dan yang dikejar adalah keharmonisan dan perdamaian.
Tokoh diplomasi baru adalah Woodrow Wilson, Presiden Amerika Serikat. Dianggap sebagai “Bapak Diplomasi Baru”. Beliau memformulasikan diplomasi dengan tujuan menegakkan dan mempertahankan perdamaian. Masalah yang sudah dinegosiasikan diumumkan secara luas dalam usaha memperoleh masukan-masukan. Dasar dari diplomasi baru sebagaimana dikemukakan oleh Wilson ada 3 (tiga):
1. Hasil diplomasi berupa persetujuan dan kesepakatan tidak diputuskan secara rahasia
2. Negosiasi dilakukan secara terbuka
3. Setelah persetujuan terwujud harus dipatuhi

Ada juga yang menyangkal Woodrow Wilson sebagai bapak diplomasi baru. Ada yang mengakui Lenin, pemimpin Rusia, sebagai pencetus diplomasi baru/terbuka. Karena untuk pertama kali Lenin mempublikasikan secara luas catatan dan arsip-arsip diplomasi lama. Selain itu ia member catatan dan mengkritik praktek-praktek diplomasi lama/rahasia yang dilakukan TSAR dengan Negara-negara Barat/Eropa mengenai masalah ekonomi, peperangan dan perdamaian. Faktor-faktor yang mempercepat munculnya diplomasi baru antara lain:
1. Munculnya Rusia sebagai Negara sosialis. Telah banyak merubah sendi dan struktur pemerintahan termasuk teknik-teknik berdiplomasi dan menerbitkan semua arsip-arsip Tsar hasil diplomasi lama.
2. Munculnya AS dalam percaturan politik internasional sebagai salah satu kekuatan utama dan partisipasi Negara-negara Amerika Latin dalam kehidupan politik dunia sangat berpengaruh dalam diplomasi terutama teknik maupun diplomasi terpimpin.
3. Munculnya Negara-negara Asia. Negara Asia yang pertama kali muncul adalah Jepang menjelang pecahnya Perang Dunia I. Demikian juga RRC, walaupun sebagai Negara yang lemah pada saat itu namun dianggap mewakili Asia karena pidato yang disampaikan dalam Konferensi Liga Bangsa-Bangsa di Washington memperkaya dan berpengaruh dalam diplomasi baru.
4. Munculnya opini publik pada pertengahan abad ke-19an banyak berpengaruh dalam percaturan politik internasional. Opini publik pengaruhnya pada memformulasikan kebijaksanaan politik luar negeri suatu Negara terutama ketika sedang melaksanakan negosiasi dengan Negara lain.
5. Sistem komunikasi yang sangat besar pengaruhnnya dalam mengakhiri diplomasi tertutup/rahasia. Sebelumnya seorang Duta Besar yang akan melaksanakan diplomasi/negosiasi harus mendapat instruksi-instruksi dari kepala pemerintahannya yang harus dilaksanakan secara patuh dalam bernegosiasi. Seandainya instruksi tersebut bertentangan dengan kenyataan atau tidak dilaksanakan maka diplomasi akan tertunda atau mengalami kegagalan. Karena akan kehilangan kontak dengan negaranya.
6. Adanya transformasi masyarakat internasional. Sebelum Perang Dunia I pecah dan sampai tahun 1939 Eropa merupakan sentral dari percaturan politik internasional. Namun setelah Perang Dunia II berlalu maka kekuatan politik dunia pindah. Sebelumnya berada pada Negara-negara Eropa maka kini dan sampai sekarang berada dan pindah ke Amerika Serikat (AS) dan Uni Sovyet (US). AS mampu memayungi Eropa Barat, Amerika Latin, Jepang, dan sebagainya.

Pertemuan antara kepala Negara disebut summit meeting. Pertemuan semacam ini banyak mendapat sorotan dan dalam perkembangan diplomasi baru sangat besar sumbangannya karena yang dinegosiasikan biasanya adalah masalah perang dan damai. Juga dalam pertemuan semacam ini ikut serta opini publik mempengaruhi yang terkait dengan perdamaian dan pengamatan dari opini publik terhadap mereka yang berunding dipertaruhkan reputasinya maupun popularitasnya sebagai pahlawan perdamaian atau seorang gladiator penyebab peperangan.
Biasanya tekanan muncul dari dunia ketiga. Mereka tidak mau terseret dan terlibat dengan Negara-negara besar lebih memilih untuk tidak berpihak pada salah satu blok dan membentuk barisan tersendiri dalam non-aligned. Netral dan menghormati setiap perbedaan ideology. Demi kelangsungan hidupnya dan kepentingan nasional maka satu-satunya jalan adalah melalui perjuangan diplomasi. Sedikit banyak ikut andil dalam membentuk perkembangan diplomasi baru.

DIPLOMASI PAKSAAN (COERCIVE DIPLOMACY)

Strategi pelaksanaan suatu diplomasi paksaan biasanya adalah dengan memberlakukan ancaman/paksaan dengan kekuatan tertentu untuk membuat lawan menunda/tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran. Strategi diplomasi paksaan dengan menggunakan ancaman dan kekuatan terbatas, erat kaitannya dengan hubungan yang perlu dijalin dengan pihak-pihak lawan untuk tawar-menawar/berunding. Dengan demikian diplomasi ini mengarah kepada tujuan ekonomi.

Terdapat 3 kondisi yang sangat penting dalam strategi diplomasi paksaan ini yaitu bahwa kekuatan pemaksa harus dapat menciptakan dalam pikiran lawan:
1. Suatu perasaan akan pentingnya memenuhi tuntutan mereka
2. Suatu kepercayaan bahwa kekuatan pemaksa mempunyai motivasi yang lebih tinggi untuk mencapai tuntutan yang telah dinyatakan
3. Rasa takut akan meningkatnya kekerasan dari kekuatan pemaksa apabila tuntutannya tidak dipenuhi

Untuk menunjukkan contoh pelaksanaan diplomasi paksaan ini dapat diteliti 3 kasus yaitu:
1. Krisis Mesir (1830-1841) yang memperlihatkan bahwa masalah salah penerimaan dan salah komunikasi dapat menghambat penggunaan strategi ini secara efektif terhadap Negara-negara yang lebih lemah
2. Usaha-usaha AS memaksa Jepang (1938-1941) yang menggambarkan penggunaan bom strategis yang terlalu ambisius mengakibatkan serangan Jepang atas Pearl Harbour
3. Diplomasi minyak Arab (1970-an) yang memperlihatkan bahwa diplomasi paksaan adalah alat politik yang menarik dan dalam kondisi tertentu bermanfaat bagi Negara.

PENGELOLAAN KRISIS

Sejarah hubungan antar-bangsa di dunia banyak diwarnai oleh konfrontasi/krisis sebagai akibat adanya perbedaan kepentingan nasional. Sebagian ada yang telah diselesaikan dengan cara damai dan lainnya harus diakhiri dengan perang. Dalam usaha menunjang suatu pengelolaan krisis salah satu/kedua pihak perlu membatasi sasaran yang dituju dan cara yang mereka terapkan dalam mencapainya. Syarat-syarat berikut ini adalah yang harus dan dapat dilakukan untuk pengelolaan krisis yaitu:
1. Memelihara kontrol sipil di tingkat atas terhadap pilihan-pilihan militer (maintain top-level civilian control of military options)
2. Memperlambat tempo dari aksi militer (create pauses in the tempo of military actions)
3. Mengkoordinasikan langkah-langkah diplomatik dan militer (coordinate diplomatic and military moves)
4. Membatasi gerakan-gerakan militer yang merupakan demonstrasi nyata dari keputusan sepihak dan cocok untuk tujuan-tujuan krisis terbatas sepihak (conine military moves that constitute clear demonstrations of one’s resolve and are appropriate to one’s limited crisis objectives)
5. Menghindari gerakan-gerakan militer yang member kesan pada lawan mengenai seseorang yang terpaksa menggunakan perang dalam skala besar, dengan demikian mendorongnya untuk mempertimbangkan penyerangan lebih dulu (avoid military moves that gives the opponent impression that one is about to resort to large scale warfare and, therefore, force him to consider preemption)
6. Memilih opi-opsi militer diplomatik yang menandai suatu keinginan untuk berunding ketimbang suatu penyelesaian militer (choose diplomatic-military options that signal a desire to negotiate rather than to seek a military solution)
7. Menyeleksi opsi-opsi militer-diplomatik yang member jalan keluar bagi lawan dalam krisis tersebut yang sesuai dengan kepentingan-kepentingan mendasar (select diplomatic-military options that leave the opponent a way out of the crisis that is compatible with his fundamental interests)

MASA TRANSISI DARI DIPLOMASI LAMA KE BARU

Beberapa faktor yang menandai perkembangan tersebut, antara lain:
1. Adanya pengakuan secara menyeluruh terhadap system internasional bersamaan dengan diterimanya hukum internasional yang diakui setiap Negara sebagai alat pengatur hubungan antar Negara.
2. Adanya class politico-military yang berhasil dikelola pada system feudal sangat berperan bagi perkembangan diplomasi.
3. Adanya perkembangan perdagangan yang berpengaruh terhadap diplomasi. Pada periode ini diplomasi bersifat borjuis/shopkeeper diplomacy.

No comments: