Singapura - Decak kagum biasanya akan keluar begitu melongok gedung Esplanande di Singapura. Gedung teater dengan dua kubah berdesain duri menyerupai kulit durian, menghadap teluk dan menjadi landmark baru Singapura.
Saking mengagumkannya, Esplanade diprediksi bakal menggeser kepopuleran patung Merlion, patung singa putih yang selalu memuntahkan air dan hanya dipisahkan puluhan langkah dari Esplanade.
Namun, selain kemegahan, ada hal lain yang cukup menarik mengenai Esplanade. Esplanade menjadi penting dan revolusioner karena memecah tatanan baku arsitektur Singapura yang monoton dan membosankan.
"Begitu Anda menginjakan kaki di Singapura, yang anda lihat adalah garis dan melulu garis. Selalu begitu dan sangat membosankan. Esplanade berusaha membantah arus utama itu," kata Edgar (45), turis asal Inggris di area Esplanade Singapura.
Begitu tiba di Bandara Changi, desain garis selalu mendominasi. Garis lurus mendominasi kereta bawah tanah, monorel, gedung-gedung, jalan, ataupun lorong-lorong bawah tanah yang saling menghubungkan bagian penting di negara kota itu. Bahkan di banyak tempat, konsep minimalis sangat digandrungi, kalau tidak bisa dibilang digilai.
"Kota ini seperti buntu dalam soal ide, meski begitu tanggap soal teknologi. Terlalu terpatok pada arus utama (mainstream)," tambah Edgar yang mengaku seorang arsitek itu.
Menurutnya, hanya sedikit gedung di negara kota itu yang masih menyisakan kesegaran yakni arsitektur lengkung peninggalan Eropa. Konsep lengkung untuk kubah, pintu maupun jendela itu seperti gedung yang dijadikan Hotel Fullerton, gedung bergaya Eropa abad 19. Hotel Fullerton bahkan berani beradu muka dengan gedung jangkung MayBank yang sangat modern.
Sumber: detiknews.com
No comments:
Post a Comment